(Foto: Jhon
S Rogi/Komunitas Balobe Fotografi Papua)
Di kala sinar surya di lapangan langit
Terpancar di sela pepohonan membakar bumi
Ladang hijau pun mengguningnya
Sunyi sepi tertatih menyusuri rimba
Lambaian dedaunan mengiringi bersama
nyanyian burung mengupingnya
Menuju kebun alam sumber harta nafas tersimpan
Hitam manis wajah penuh berseri
Tubuhnya yang keriput itu di sengat mentari
Mengayungkan tangan perkasanya di atas pohon
Mentogok sagu, meramu berkah, menafkahi hidup
Di atas adonan keranjang mentapis kotoran sagu
Air jernih di pematang kayu mengalir menderas
Bagaikan tangisannya yang penuh deras atas lahan
sagunya
Dari serbuan maut tangan-tangan serakah investor
Ladang dan lahan sagu di negri ini
Menjadi bahan buruan kaum kapitalis
Selembar daun merah bernama rupiah
Menyogok raja-raja kecil anak negri
Yang bermega dan bertahta di istana birokratis
Untuk menutupi telingga dan matanya
Walaupun rakyatnya deru tangis masih menjerit
Merebut lahan-lahan sagu yang di rampas kaum pemodal
Dengan berbagai syahdu yang melantunkan
Kami bisa hidup tanpa sawit tapi kami tak bisa hidup
tanpa sagu
Wahai kaum anak negeri
Yang bertahta berkuasa mengambil kebijakan
Selaraskanlah hukum untuk berkeadilan
Manakah hak adat dan hak negara
Antara pemilik masyarakat dan pemilik pemerintah
Inilah kebun kehidupan tempat meramu berkah kami
Di sanalah Tuhan melimpahkan nafas kami
Di sinilah tempat bersemayam roh para leluhur dan
Generasi menyambung nafas seribu tahun
Cukuplah kami tak mau meratapi lahan hidup kami
Wahai kaum serakah perampas kehidupan
Karya: Aleks Giyai
12 Juni 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar